Ayat-Ayat Hujan…

Ayat-Ayat Hujan

“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung,maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (Al Qur’an, 24:43)

SUSENSI DAN EMULSI

BAB I

PENDAHULUAN

  1. A.   Latar Belakang

Partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Partikel yang tidak larut tersebut dimaksudkan secar fisiologi dapat diabsorbsi yang digunakan sebagai obat dalam atau untuk pemakaian luar dengan tujuan penyalutan. Sasaran utama di dalam merancang sediaan berbentuk suspensi adalah untuk memperlambat kecepatan sedimentasi dan mengupayakan agar partikel yang telah tersedimentasi dapat disuspansi dengan baik, jadi tidak untuk mencegah terjadinya pemisahan fasa. Suspensi merupakan sistem disperse yang tidak stabil, sehingga bila tidak diaduk secara terus menerus akan mengendap akibat gaya gravitasi bumi. Cepat lambatnya suspensi mengendap tergantung besar kecilnya ukuran partikel zat terdispersi. Semakin besar partikel tersuspensi semakin cepat proses pengendapan terjadi. Pemisahan suspensi dilakukan dengan proses penyaringan (filtrasi).

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

a)            fase dispers/fase internal/fase diskontinue yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.

b)           Fase kontinue/fase eksternal/fase luar yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.

c)            Emulgator adalah bagian berupa zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.

Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupan eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :

  1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air)
  2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minyak)

Emulsi merupakan campuran antara minyak dengan air,  pada umumnya minyak dan air tidak dapat saling menyatu sehingga diperlukan emulgator yang dapat menyatukan keduanya. Pada umumnya, masyarakat awam setiap kali mendapat sediaan larutan yang dipergunakan secara oral selalu dibilang sirup, padahal bisa jadi salah satu yang mereka bilang sebagai sirup itu adalah suspensi, atau emulsi, elixir.

B.   Tujuan 

  1. Mempelajari tentang suspensi dan emulsi.
  2. Memberikan pemahaman mengenai suspensi dan emulsi.

BAB II

SUSPENSI

  1. A.   Definisi Suspensi

 

Suspensi menurut FI edisi IV adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.

Suspensi menurut Howard C. Ansel adalah preparat yang mengandung partikel obat yang terbagi sacara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebabkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum.

Ssuspenai oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel obat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan untuk penggunaan oral.

Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditunjukkan untuk penggunaan kulit.

Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel halus yang ditunjukkan untuk diteteskan telinga bagian luar.

Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengndung partikel-partikel halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.

Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan disuntikan secara intravena atau ke dalam larutan spinal.

Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.

 

  1. B.     Syarat-syarat Suspensi

Beberapa persyaratan suspensi yang terdapat dalam farmakope Indonesia edisi II adalah :

Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali, kekentalan suspensi tidak boleh tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

Suspensi obat suntik : harus mudah disuntikan dan yidak boleh menyumbat jarum suntik.

Suspensi obat mata  : harus steril, zat yang terdispersi harus sangat halus, jika disimpan dalam wadah dosis ganda, harus mengandung pengawet.

  1. C.    Stabilitas Suspensi

Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :

  1. Ukuran partikel

Ukuran partikel erta hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan kertas merupakan hubungan linear. Artinya semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalan volemu yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan ke atas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerak tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.

  1. Kekentalan (viskositas)

Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan aliran makin turun (kecil). Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian dengan menambah viskositas cairan, gerakan partikel yang kandungannya akan diperlambat, tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

  1. Jumlah partikel (konsentrasi)

Apabila di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut.

Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.

  1. Sifat/muatan partikel

Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengaruhi.

Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mil dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut ke dalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).

Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

  1. Bahan pensuspensi dari alam

Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adlah jenis gom/hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk muncilago atau lendir. Dengan terbentuknya muncilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan muncilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH, dan proses fermentasi bakteri.

  1. Termasuk golongan gom :

Contohnya : acasia (pulvis gummi arabici), chondrus, tragacanth, algin.

  1. Golongan bukan gom :

Contohnya : bentonit, hectorit, dan veegum.

  1. Bahan pensuspensi sintesis
    1. Derivat selulosa
    2. Golongan organik polimer
  1. D.    Cara Mengerjakan Obat dalam Suspensi
  1. Metode pembuatan suspensi

Suspensi dapat dibuat dengan cara :

  1. Metode dispersi

Serbuk terbagi halus didispersikan di dalam cairan pembawa. Umumnya sebagai cairan pembawa adalah air. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersi serbuk dalam cairan pembawa, hal tersebut dikarenakan adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah kemasukan udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya erbuk dibasahi tergantung besarnya udara sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium. Bila sudut kontak 900 serbuk akan mengembang di atas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untu menurunkan tegangan antar muka antara partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.

  1. Metode precipitasi           

Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu dalam pelarut organik yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air. Akan terjadi endapan halus dan tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut adalah etanol, propilenglikol, dan polietilenglikol.

  1. Sistem pembentukan suspensi
    1. Sistem flokulasi
    2. Sistem deflokulasi

Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah :

1)      Deflokulasi

a)      Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.

b)      Sedimentasi yang partikel mengendap terpisah dan ukuran partikel adalah minimal.

c)      Sediaan terbentuk lambat.

d)     Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi.

2)      Flokusi

a)      Partikel merupakan agregat yang basa.

b)      Sedimentasi terjadi begitu cepat.

c)      Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula.

  1. E.     Formulasi Suspensi

Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :

  1. Pada penggunaan “Structured Vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi Structured Vehicle adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.
  2. Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah disuspensikan kembali.

Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :

a. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium.

b. Lalu ditambahkan zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan atau polimer.

  1. diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.

d. apabila dikehendaki agar flok yang tidak cepat mengendap, maka ditambah structured vehicle.

e. produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam structured vehicle.

  1. F.     Bahan Pengawet

Sebagai bahan pengawet dapat digunakan butil P. Benzoat (1:1250), etil P. Benzoat (1:1500), propil P. Benzoat (1:4000), nipasol, nipagin  1%.

Disamping itu banyak pula digunakan garam komplek mercuri untuk pengawet, karena memerlukan jumlah yang kecil, tidak toksik dan tidak iritasi. Misalnya fenil mercuri nitrat, fenil mercuri chlorida, fenil mercuri asetat.

 

 

  1. G.    Pengemasan dan Penandaan Sediaan

Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara diatas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang.

Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindungi dari pembekuan, panas yang berlebihan dan cahaya. Suspensi perlu dikocok setiap kali sebelum digunakan untuk menjamin distribusi zat padat yang merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam. Pada etiket harus juga tertera “kocok dahulu”.

  1. H.    Tujuan Suspensi
  1. Zat berkhasiat tidak larut dalam air.
  2. Zat berkhasiat tidak enak atau pahit.
  3. Mengurangi proses penguraian zat aktif dalam air.
  4. Kontak zat padat dengan medium dispersi dipersingkat.
  5. Memperpanjang pelepasan obat menggunakan pembawa minyak.

BAB III

EMULSI

  1. A.   Definisi Emulsi

Emulsi menurut FI edisi IV adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi dapat dipertahankan dengan penambahan zat yang ketiga yang disebut dengan emulgator (emulsifying agent).

Emulsi menurut Howard C. Ansel adalah suatau dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak tercampur.

Emulsi menurut Fornas adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi.

 

  1. B.   Komponen Emulsi

Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :

  1. Komponen dasar

Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi. Terdiri atas:

  1. Fase dispersi/fase internal/fase diskontinue

Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.

  1. Fase kontinue/fase external/fase luar

Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.

  1. Emulgator

Yaitu bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.

  1. Komponen tambahan

Merupakan bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, corigen odoris, corigen colouris, preservative (pengawet) dan antioksidan.

Preservative yang digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol dan klorbutanol, benzoalkonium klorida, fenil merkuri asetat dan lain-lain.

      Antioksidan yang digunakan antara lain asam askorbat, , asam sitrat propil gallat, asam gallat.

 

  1. C.   Tipe Emulsi

Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam, yaitu :

  1. Emulsi tipe M/A ( minyak dalam air )

Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase external.

  1. Emulsi tipe A/M (air dalam minyak )

Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase external.

 

  1. D.   Tujuan Pemakaian Emulsi

Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat  yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.

Tujuan pemakaian emulsi adalah :

  1. Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral. Umumnya emulsi tipe M/A.
  2. Dipergunakan sebagai obat luar

Bisa tipe M/A maupun A/M tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki.

  1. E.   Bahan Pengemulsi ( Emulgator )
  1. Emulgator alam

Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit, dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :

  1. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan

Pada umumnya termasuk karbohidrat dan merupakan emulgator tipe M/A , sangat peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi, juga dapat dirusak bakteri. Oleh karena itu pada pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu ditambah bahan pengawet.

1)      Gom arab

Sangat baik untuk emulgator M/A dan untuk obat minum. Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental. Kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor, yaitu :

a)      Kerja gom sebagai koloid pelindung (teori plastis film).

b)      Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan cukup kecil sedangkan massa mudah dituang (tiksotropi).

Bila tidak dikatakan lain maka emulsi dengan gom arab menggunakan gom arab sebanyak ½ dari jumlah minyaknya.

Untuk membuat corpus emulsi diperlukan air 1,5 kali berat gom, diaduk keras dan cepat sampai putih, lalu diencerkan dengan air sisanya. Selain itu dapat disebutkan :

(1)   Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat.

Cara pembuatan :

Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom, buat corpus emulsi dengan air panas 1,5 kali berat gom. Didinginkan dan encerkan emulsi dengan air dingin. Contoh : cera, oleum cacao, parafin solid.

(2)   Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.

(3)   Minyak lemak : PGA ½ kali berat minyak, kecuali oleum ricini karena memilki gugus OH yang bersifat hidrofil sehingga untuk membuat emulsi cukup dibutuhkan 1/3 nya saja. Contoh : oleum amygdalarum.

(4)   Minyak lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam minyak lemak

Kedua minyak dicampur dahulu, zat padat dilarutkan dalam minyaknya tambahkan gom.

(5)   Bahan obat cair Bj tinggi, contohnya chloroform, bromofrom : ditambahkan minyak lemak 10 kali beratnya, maka BJ campuran mendekati satu gom sebanyak ¾ kali bahan obat cair.

(6)   Balsam-balsam : gam sama banyak dengan balsam.

(7)   Oleum lecoris aseli : menurut fornas dipakai gom 30% dari berat minyak.

2)      Tragacanth

Dispersi tragacanth dalam air sangat kental sehingga untuk memperoleh emulsi dengan viskositas yang baik hanya diperlukan tragacanth sebanyak 1/10 kali gom arab. Emulgator ini hanya bekerja optimum pada pH 4,5-6.

Tragacanth dibuat corpus emulsi dengan menambahkan sekaligus air 20 kali berat tragacanth. Tragacanth hanya berfungsi sebagai pengental, tidak dapat membentuk koloid pelindung.

3)      Agar-agar

Emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian. Pada umumnya zat ini ditambahkan untuk menambah viskositas dari emulsi dengan gom arab. Sebelum dipakai agar-agar tersebut dilarutkan dengan air mendidih, kemudian didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari 450C (bila suhunya didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari 450C larutan agar-agar akan terbentuk gel). Biasanya digunakan 1-2 %.

4)      Chondrus

Sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat menutupi rasa dari minyak ikan tersebut. Cara mempersiapkannya dilakukan seperti pada agar-agar.

5)      Emulgator lain

Pektin, metil selulosa (karbosimetil selulosa) 1-2 %.

  1. Emulgator alam dari hewan

1)      Kuning telur mengandung lecitin ( golongan protein / asam amino ) dan kolesterol yang kesemuanya dapat berfungsi sebagai emulgator. Lecitin merupakan emulgator tipe M/A. Tetapi kemampuan lecitin lebih besar dari kolesterol sehingga secara total kuning telur merupakan emulgator tipe M/A. Zat ini mampu mengemulsikan minyak lemak empat kali beratnya dan minyak menguap dua kali beratnya.

2)      Adeps lanae

Zat ini banyak mengandung kolesterol, merupakan emulgator tipe M/A dan banyak dipergunakan untuk pemakaian luar. Penambahan emulgator ini akan menambah kemampuan minyak untuk menyerap air. Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2 kali beratnya.

Contoh resep emulsi dengan adeps lanae :

                 R/        adepa lanae     100

                             Ol. Olivarum               400 ml

                             Zinc. Oxyd                  100

                             Talc                             100

                             Sol. Pb. Acet               28 ml

                             Aq. Calcis                   ad 1000 ml

  1. Emulgator alam dari tanah mineral

1)      Magnesium Aluminium Silikat / veegum

Merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari garam-garam magnesium dan aluminium. Dengan emulgator ini, emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe M/A sedangkan pemakaian yang lazim adalah sebanyak 1%. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.

2)      Bentonit

Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat yang dapat mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga membentuk massa seperti gel . untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5 %.

  1. Emulgator buatan
    1. Sabun

Sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektrolit. Dapat dipergunakan sebagai emulgator tipe M/A maupun A/M, tergantung dari valensinya. Bila sabun tersebut bervalensi 1, misalnya sabun kalium, merupakan emulgator tipe M/A, sedangkan sabun dengan valensi 2, misal sabun kalsium, merupakan emulgator tipe A/M.

  1. Tween 20 : 40 : 60 : 80
  2. Span 20 : 40 : 80

Emulgator golongan surfaktan dapat dikelopokkan menjadi :

  1. Anionik    : sabun alkali, natrium lauryl sulfat
  2. Kationik   : senyawa ammonium kuartener
  3. Non ionik             : tween dan span
  4. Amfoter    : protein, lesitin
  1. F.    Cara Pembuatan Emulsi

Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi, secara singkat dapat dijelaskan :

  1. Metode gom kering atau metode kontinental

Dalam metode ini zat pengemulsi (biasanya gom arab ) dicampur dengan minyak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan air untuk pembentukan corpus emulsi, baru diencerkan dengan denagn sisa air yang tersedia.

  1. Metode gom basah atau metode Inggris

Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsi umumnya larut) agar membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi, setelah itu baru diencerkan dengan sisa air.

  1. Metode botol atau metode botol forbes.

Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Minyak dan serbuk gom dimasukkan ke dalam botol kering, kemudian ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil dikocok.

 

  1. G.    Cara Membedakan Tipe Emulsi

Dikenal beberapa cara membedakan tipe emulsi yaitu :

  1. Dengan pengenceran fase.

Setiap emulsi dapat diencerkan dengan fase externalnya. Dengan prinsip tersebut, emulsi tipe M/A dapat diencerkan dengan air sedangkan emulsi tipe A/M dapat diencerkan dengan minyak.

  1. Dengan pangecatan/pemberian warna

Zat warna akan tersebar rata dalam emulsi apabila zat tersebut larut dalam fase external dari emulsi tersebut. Misalnya (dilihat di bawah mikroskop)

  1. Emulsi + larutan sudan III dapat memberi warna pada emulsi tipe A/M, karena sudan III larut dalam minyak.
  2. Emulsi + larutan metilen blue dapat memberi warna biru pada emulsi tipe M/A karena metilen blue dalam air.
  3. Dengan kertas saring

Bila emulsi diteteskan pada kertas saring, kertas saring menjadi basah maka tipe emulsi M/A, dan bila timbul noda minyak pada kertas berarti emulsi tipe A/M.

  1. Dengan konduktivitas listrik

Alat yang dipakai adalah kawat dan stop kontak, kawat dengan tahanan 10 K ½ watt, lampu neon ¼ watt, dihubungkan secara seri. Elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi. Lampu neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe A/M.

  1. H.  Kestabilan Emulsi

Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :

  1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible artinya bila digojok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
  2. Koalesen dan cracking ( breaking ) adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi

Partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversible (tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena :

  1. Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan CaO/CaCl2 exicatus.
  2. Peristiwa fisika seperti pemanasan, penyaringan, ppendinginan, dan pengadukan.
  3. Inversi adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi A/M menjadi M/A atau sebaliknya. Sifatnya irreversible.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

          Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali, kekentalan suspaensi tidak boleh terlalu tinggi aga sediaan mudah dikocok dan dituang. Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel.

Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur.

Dengan mengetahui sistem emulsi maka kita akan mengetahui sifat – sifat emulsi, stabil atau tidak stabilnya suatu emulsi serta faktor apa yang membuat emulsi tidak stabil sehingga kita akan dapat menentukan zat pengemulsi untuk dapat menstabilkannya.Sebagai contoh detergen yang digunakan untuk mencuci disini detergen berfungsi sebagai emulgator yang dapat menstabilkan emulsi air dan minyak sehingga minyak dapat mudah lepas dari pakaian.Selain itu dalam bidang industri contohnya pembuatan saus salad, saus salad dari asam cuka dan minyak yang awalnya stabil saat pengocokan namun setelah pengocokan dihentikan kedua fase akan terpisah lagi sehingga dibutuhkan kuning telur sebagai emulgator.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Dep. Kes RI, Farmakope Indonesia edisi III, 1979.
  2.  Dep. Kes RI, Farmakope Indonesia edisi IV,
  3.  Dep. Kes RI, Formularium Nasional edisi II, 1978.
  4. Prof. Drs. Moh. Anief Apt, Ilmu Meracik Obat, UGM Press, 1997
  5. Howard C. Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV
    1. Ladytulipe,4 januari 2009, Emulsi

http://ladytulipe.wordpress.com

  1. Nuranimahabah, 16 Mei 2009, koloid suspense larutan (kimia)

http://nuranimahabbah.wordpress.com

  1. http://googlebook.com

PEMERIKSAAN URIN SECARA MANUAL

Gambar

Penetapan warna urin

Metode : visual

Prinsip :  warna urin diamati dalam tabung reaksi dengan cahaya tenbus dan dilihat dalam sikap serong.

Caker :

  • Dimasukkan urin kedalam tabung reaksi sebanyak 2/3 tabung.
  • Diamati dengan cahaya tembus dalam sikap serong.

 

Nilai normal : kuning muda-kuning tua

 

Penetapan volume urin

Metode : visual

Caker :

    Dimasukkan urin kedalam gelas ukur

    Diamati dan baca hasil pada miniskus bawah

Nilai normal : 750-2500 ml/24 jam.

 

 

 

 

Penetapan kejernihan urin

Metode : visual

Prinsip : dilihat kejernihan urin dalam sikap serong cahaya tembus.

Caker :

v Dimasukkan urin ke dalam tabung reaksi 2/3 tabung.

v Dilihat pada sikap serong cahaya tembus.

Nilai normal : jernih

 

Penetapan PH urin

Metode : universal indikator

Prinsip : derajat keasaman urin ditetapkan dengan lakmus/kertas indikator PH.

Caker :

  • Dimasukkan urin kedalam tabung reaksi 2/3 tabung .
  • Dicelupkan kertas indikator universal PH hingga batas kertas.

Nilai normal : 4,5-8,5

 

Penetapan bj urin

Metode : urinometer

Prinsip : berat jenis urin diperiksa dengan alat urinometer yang telah ditera dengan faktor koreksi yang berhubungan dengan berat jenis air dan suhu saat melakukan pemeriksaan.

Caker :

  • Dimasukkan urin ke dalam gelas ukur 40-50 ml
  • Diukur temperatur urin dengan memasukkan termometer ke dalam gelas ukur selama 3-5 menit.
  • Baca hasil .
  • Dimasukkan urinometer dengan sedikit memutar urinometer <jangan menyentuh dinding gelas ukur >
  • Baca skala pada miniskus bawah.

Nilai normal : 1.003-1.030

 

Bj urin = bj skala urinometer +/- (suhu urin – suhu tera)x 0,001

3

Pemeriksaan protein dalam urin

 

Metode : asam sulfosalisilat 20 %

Prinsip : protein akan membentuk endapan / menggumpal bila dipanaskan dalam suasana asam.

Caker :

  • Dimasukkan urin ke dalam 2 tabung reaksi masing – masing 2ml.
  • Pada tabung satu , masukkan 4 tetes asam sulfosalisilat 20%, kocok merata.
  • Bandingkan dengan tabung yang satunya , jika sama maka hasil (-)
  • Jika keruh , dipanaskan hingga mendidih
  • Amati hasilnya.

 

Metode : pemanasan dengan asam asetat

Prinsip : protein akan membentuk endapan/menggumpal bila dipanaskan dalam suasana asam.

Caker :

  • Dimasukkan urin ke dalam tabung reaksi 2/3 tabung.
  • Panaskan lapisan atas urin hingga mendidih.
  • Bandingkan dengan lapisan bawah, jika sama maka hasil (-)
  • Jika keruh , teteskan 4 tetes asam asetat 3-6%
  • Lalu panaskan kembali hingga mendidih.

 

Interpretasi hasil :

        (-)    tidak ada kekeruhan

        (+1)   kekeruhan dengan butir-butir halus

        (+2)  kekeruhan dengan butir-butir kasar

        (+3)  kekeruhan berkeping-keping

        (+4)  kekeruhan bergumpal-gumpal

 

Pemeriksaan glukosa pada urin

Metode : reduksi benedict

Prinsip : glukosa dalm urin dapat mereduksi ion cupri menjadi ion cupro pada larutan, sehingga terjadi perubahan warna kuning menjadi merah bata.

Caker :

  • Masukkan 2,5 ml larutan benedictke dalam tabung reaksi.
  • Tambahkan 4 tetes urin.
  • Lalu panaskan hingga mendidih.
  • Baca hasil.

 

Interpretasi hasil :

        (-)    tetap biru/kehijauan

        (+1)   hijau kekuningan

        (+2)  kuning

        (+3)  jingga

        (+4)  merah bata

 

Nilai normal : negatif(-)

 

Pemeriksaan keton urin

Metode : rothera ross

Prinsip : natrium nitroprusida <oksidator kuat> akan bereaksi dengan keton dalam urin pada suasana basa akan membentuk cincin berwarna ungu.

Caker :

  • Dimasukkan 5 ml urin kedalam tabung reaksi.
  • Tambahkan 1gr reagent rothera ross < sepucuk spatula > , kocok ad homogen
  • Ditambahkan 1-2 ml NH4OH pekat, kocok
  • Lalu diamkan 3 menit , baca hasil.

Nilai normal : negatif(-)

 

Pemeriksaan bilirubin

Metode : harrison

Prinsip : bilirubin dalam urin diendapkan oleh larutan barium chlorida 10%, kemudian akan dioksidasi oleh ferri chlorida dalam suasana asam akan menghasilkan biliverdin berwarna hijau.

Caker :

  • Masukkan 2,5 ml urin ke dalam tabung reaksi
  • Tambahkan 2,5 ml larutan BaCl2 10%, kocok
  • Disaring dengan kertas saring
  • Kertas saring yang berisi presipitat di buka mendatar di atas corong hingga agak kering
  • Lalu kertas saring tersebut diteteskan 2-3 tetes lar. FeCl3 10%
  • Baca hasil

(+) berwarna hijau

Nilai normal : negatif(-)

 

Pemeriksaan urobilin

Metode : schlesinger

Prinsip : urobilin dengan reagent schlesinger akan membentuk suatu senyawa kompleks yang dapat membuat flouresensi berwarna hijau. Atau Urobilinogen akan dioksidasi oleh iodium membentuk urobilin, dan urobilin ini jika ditambah seng asetat dalam alkohol akan membentuk flouresensi hijau.

Caker :

  • Masukkan 2,5 ml urin ke dalam tabung reaksi
  • Tambahkan 4 tetes lugol, kocok dan diamkan 5 menit
  • Tambahkan 2,5 ml reagent schlesinger, kocok kemudian di saring
  • Dilihat adanya flouresensi hijau pada filtrat dengan cahaya matahari terpantul berlatar belakang hitam.

Nilai normal : (+)positif

SEROLOGI

 

Ilmu adalah ilmu yang mempelajari jenis prosedure kerja yang berhubungan dengan imunologi untuk diagnostik.

Gunanya

  1.  Untuk diagnostik mikroorganisme bila sulit dicari.
  2.  Untuk mendeteksi suatu penyakit dengan mengukur titer antibodi dengan membandingkan titer antibodi serum sikness dengan serum copalencent.

 

  • Serum sikness :  serum yang bersangkutan yang diambil pada waktu orang tersebut sedang sakit.
  • Serum compalencent :Serum yang diambil pada waktu penderita mulai sembuh.
  •  Antibody ; zat yang dihasilkan oleh tubuh sebagai rangsangan aglutinin.
  • Aglutinin : benda asing yang masuk ke dalam tubuh yang dapat merangsang antibody.

  • Test serologi tidak bermanfaat bila dilaksanakan terlalu dini karena antibody dalam tubuh baru terbentuk setelah 10-20 hari.

3. Untuk mengetahui / mengukur keadaan hormon seperti pada kanker rahim kehamilan hormon HCG meningka.

4. Untuk mendiagnosa penyakit autoimun suatu penyakit

Reaksi antibody dan aglutinin pada serologi

Reaksi aglutinin

Adalah aglutinasinya berupa subsensi. Bereaksi dengan antibody membentuk gumpalan.

Contoh test golongan darah

  • Eri x  + anti sera A
  • Eri x + anti sera B
  • Eri x + anti sera AB
  • Eri x + anti sera D (RH)

Reaksi widal

Untuk menentukan type penyakit typhus aglutinasi berupa suspensi salmonella + serum penderita S.typhi H2O. H flagell , O badan bakteri. Badan suspensi eritrosit , suspensi kuman bentuk latek Bontenik dan paliserin.

Reaksi kehamilan

  • D.L.A (Direk Latek Aglutinasi)
  • LAI (Latek Aglutinasi Inhibrisi)
  • Urin + latek                     aglutinasi (HCG +)
  • LAI urin + anti HCG + Latek                aglutinasi(HCG -)

Reaksi presipitat

Jika antigen dalam keadaan terlarut ( Ig A, M, D, G, dan E) bergabung dengan Ag, Ab membentuk presipitat, teknik ini biasanya dilakukan pada media agar lembek dan semi solid.

Reaksi flokulasi

Merupakan variasi dan reaksi presipitasi reaksi menunjukkan adanya presipitat dan adanya endapan. Test ini lazim digunakan untuk mendeteksi kekuatan toksin dan antitoksin.

Penetapan golongan darah

Dibagi 2 cara : cara slide dan cara tabung

Cara slide yang pernah digunakan hanya untuk menetapkan golongan darah dalam jumlah besar. Cara slide kurang teliti tapi praktis. Cara yang sangat teliti dan akurat cara tabung, cara ini dilakukan karena faktor eritrosit ditentukan dengan dikontrol serum aglutinogen sebagai pengontrol ditentukan dengan eritrosit A,B,dan AB yang sudah diketahui. Test tabung hanya digunakan bila menentukan golongan darah bayi yang baru lahir untuk kepentingan kehakiman.

Prosedure membuat eritrosit 100%

Darah diputar dengan kecepatan 1000 rpm , lalu pisahkan serum/plasma + NaCl 0,86% sama banyak , lalu putar lagi dikerjakan 2-3 kali.

Buat darah 2%, 4%, 5%

Cara tetes = 4% =  =  = 1 tetes darah + 24 tetes NaCl 0,86%

Golongan darah

Metode : slide

 
 

Rumus :                                aglutinin

A : +  –  +  +                              B

B : –  +  +  +                               A

AB : –  –  –  +                                      O

O : +  +  +  +          

Pemeriksaan widal

Metode : cara slide

Tujuan :

 mendeteksi antibody terhadap salmonella typhus , parathyphi A,B,C

Prinsip :

Terjadi reaksi aglutinasi antara antigen salmonella dengan antibody spesifikasi yang terdapat dalam serum penderita demam thypoid dan parathypoid.

Cara kerja :

O

H

–      Tiap lubang diisi dengan serum 20ul

–      Lalu isi dengan antigen 20ul

–      Goyang selama 1 menit

–      Baca hasil

Hasil : terjadi aglutinasi +

          Tidak terjadi aglutinasi –

Bila + kwalitatif

–      Isi 4 lubang dengan NaCl 0,9% 20ul

–      Lubang no 1 isi serum lalu pindahkan ke lubang no2 s/d no 4

–      Lalu masukkan antigen tiap lubang , baca titer1/20, 1/40, 1/80, 1/160, 1/320.

–       

Pemeriksaan RPR

(Rapid Plasma Reagin)

Tujuan :

          Mengetahui adanya antibody non Treponema (reagin) dalam serum sampel.

Prinsip :

Antibody reagin dalam serum penderita bereaksi dengan antigen reagin yang mengandung mikropartikel karbon membentuk komplek yang dapat dilihat berupa flokulasi.

Cara kerja :

–      1 Tetes reagen antigen pada slide

–      + 1 tetes serum penderita

–      Lalu di rotator selama 5-8’

–      Baca hasil

Hasil :

+   terjadi flokulasi

–      Tidak terjadi flokulasi

Bila + lanjutkan dengan pengenceran

–      Tiap lubang (kertas RPL) diisi dengan NaCl 0,9

–      Tambahkan serum pada lubang 1

–      Lalu pindahkan ke lubang no2 s/d no 10

–      Tiap lubang di tambahkan 1 tetes antigen RPR

–      Lalu rotator selama 4-6’

–      Baca hasil dimana terjadi + yang paling lemah

Pengenceran slide

1/2, ¼, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, dst

Pemeriksaan TPHA

(Treponema Palidum Haem Aglutinasi)

Tujuan :

          Mendeteksi adanya antibody terhadap treponema palidum haem aglutinasi.

Prinsip :

Antibody treponema palidum dalam serum penderita bereaksi dengan antigen treponema palidum yang melapisi sel darah merah membentuk kompleks yang dapat dilihat berupa adanya haem aglutinasi.

Cara kerja :

  1. Siapkan microplate:

      A    B    C

1.

                   2.

                   3.

  1. Lubang pertama 1, 2, 3 diisi dengan diluent sebanyak 190ml
  2. Lubang no     1. Isi serum 10ul

                   2. isi kontrol + 10ul

                   3. isi kontrol – 10ul

    4. tabung no       1. Pindahkan 25ul ke tabung no 2-3

                             2. pindahkan 25ul ke tabung no 2-3

                             3. pindahkan 25ul ke tabung no 2-3

   5. tambahkan kontrol sel pada tabung B ke bawah 25ul

   6. tambahkan test sel pada tabung C ke bawah sebanyak 25ul,

7. kocok, tunggu 1 jam.

Baca hasil

                   
           
 
             

 

ASTO/ASO, ASL/ ANTI STREPTHOLISIN

Tujuan :

  Untuk mendeteksi penyakit streptococcus yang patogen terutama antibody dalam bentuk streptholisin O.

Prinsip :

  Serum penderita + lateks yang sudah dicoated dengan anti streptholisin O yang akan terjadi aglutinasi.

Cara kerja :

  1. Teteskan 50ul serum pada lingkaran slide.
  2. Tambahkan 50ul Ag ASO, homogenkan
  3. Lalu gayang selama 1-2’.
  4. Kemudian  amati hasil reaksi.

Interprestasi hasil :

           +      aglutinasi

  –      Tidak terjadi agutinasi

Hepatitis

Pemeriksaan RPHA (Reserve Passive Haem Aglutinasi)

Tujuan :

           Menentukan adanya antigen hepstitis B dalam serum penderita dengan menggunakan metode reserve passive haem aglutinasi.

Cara keja :

  1. Bila jumlah sampel banyak dianjurkan test skrening (kwalitatif)

           A    

                                                        serum

B                                           kontrol +                  seluruhnya diisi

      C                                   kontrol –                    dengan buffer 25ul

 

pada A1 tambahkan serum penderita 25ul, lalu pindahkan dari A1 s/d A4 ,begitu juga B dan C.

Lalu tambahkan RPHA sel sebanyak 50 ul pada semua tabung/12 tabung , lalu homogenkan dan diamkan selama 1 jam pada suhu kamar.

Kalau +

 

Penilaian hasil hepatitis :

  1. HbsAg +                          hepatitis B akut (kronis)
  2. Anti HBsAg                     kebal (imun terhadap infeksi HBV)
  3. TGM anti HBe +               hepatitis B akut (titer tinggi)
  4. ISG Anti HBe                 hepatitis kronis / titer rendah
  5. ISG Anti HBe +               HbsAg – /negatif
  6. HBe Ag                           HBs Ag + hepatitis B kronis
  7. HBe Anti +                      hepatitis B akut kompalesen

Pemeriksaan RF (Rheumatoid Faktor)

Tujuan :

           Untuk mendeteksi adanya faktor Rheumatoid pada serum penderita.

Prinsip :

Partikel lateks dilapisi dengan gamma globulin manusia, kemudian penambahan serum yang mengandung RF akan menghasilkan aglutinasi.

Cara kerja :

  1. Teteskan 50 ul spesimen/serum pada lingkaran slide.
  2. Tambahkan 50 ul Ag RF, homogenkan
  3. Lalu goyang selama 2’.
  4. Kemudian amati hasil reaksi.

Interprestasi hasil :

     +    aglutinasi

–      Tidak terjadi aglutinasi 

HEMATOLOGI

Gambar

Pemeriksaan kadar hemoglobin

Metode : sahli

Prinsip :

Hemoglobin dengan penambahan HCl 0,1 N akan diubah menjadi hematin asam yang berwarna coklat, warna yang terjsdi diencerkan dengan aquadest sampai menyamai warna standar yang tersedia pada rak sahli.

Cara kerja :

  1. Masukkan HCl 0,1 N ke dalam tabung sahli samapi batas angka 2.
  2. Hisap darah memakai pipet sahli sampai tanda batas (20 ul) ujung pipet dibersihkan dengan tissue.
  3. Segera masukkan ke dalam tabung sahli yang berisi HCl 0,1N tadi.
  4. Encerkan isi tabung dengan aquadest sampai menyamai warna standar yang tersedia pada rak sahli.
  5. Baca hasil.

nilai normal :

wanita          : 11,6 – 14,6 g%

laki-laki       : 12,6 – 16 g%

bayi             : 11,6 – 18 g%

Metode : fotoelektrik ( sianmethemoglobin )

Prinsip :

Hemoglobin akan dirubah menjadi methemoglobin oleh K3Fe(CN)3 yang kemudian akan menjadi Hb sianida (HiCN) oleh KCN. Penambahan non ionic detergent bertujuan mempercepat lisis eritrosit dan mengurangi kekeruhan HiCN yang terjadi. Intensitas warna yang terbentuk tergantung dari konsentrasi hemoglobin darah tersebut dan diukur secara fotometrik.

Tujuan :

Untuk mengetahui kadar hemoglobin dalam darah yang dinyatakan dalam gr/dl.

Pemeriksaan Hitung Sel Darah

 

Hitung jumlah lekosit

Metode : mikrovisual

Prinsip :

Sel darah inti (lekosit dan sel muda ) tetap stabil dalam larutan asam cuka 2%, sedangkan eritrosit dan platelet mengalami lisis. Gentian violet berguna mewarnai inti lekosit.

Cara kerja :

  1. Isap darah memakai pipet lekosit sampai angka 0,5. bersihkan ujung pipet dengan tissue kemudian teruskan menghisap regent turk sampai angka 2.
  2. Atau lakukan pengenceran darah dalam tabung dengan  perbandingan 20 ul darah + 380 ul reagent turk, homogenkan
  3. Siapkan bilik hitung dengan merekatkan de glass
  4. Kocok pipet / tabung, kemudian isi bilik hitung dengan bantuan pipet dan tidak boleh ada gelembung udara.
  5. Letakkan bilik hitung di bawah mikroskop pembesaran 10x dan 40x.
  6. Lakukan pencarian lapangan pandang, temukan kotak W
  7. Temukan sel yang berwarna biru mengkilap pada 4 kotak W
  8. Hitung sel

Perhitungtan :

Lekosit  = 4W X Fb X P/ul

X 2,5 X 20/ul

Nilai normal

4.000 – 10.000/ul

Hitung jumlah eritrosit

Metode :

Mikrovisual

Prinsip :

Eritrosit tetap stabil dalam reagent pengencer formal sitrat. Sedangkan lekosit dapat diabaikan mengingat rasionya dengan jumlah eritrosit kecil sekali.

Cara kerja :

  1. Isap darah dengan pipet  eritrosit sampai angka 0,5,  bersihkan ujung pipet  lalu teruskan menghisap reagent pengencer sampai angka 101.
  2. Atau dengan pengenceran darah dalam tabung dengan perbandingan 20ul darah + 3980ul reagent pengencer, homogenkan
  3. Siapkan bilik hitung dengan merekatkan de glass
  4. Kocok , kemudian isi bilik hitung dan usahakan tidak ada gelembung udara
  5. Letakkan kamar bilik hitung di bawah mikroskop dengan pembasaran 10x dan 40x
  6. Lakukan pencarian lapangan pandang, temukan kotak R
  7. Hitung sel pada kotak 5R

Perhitungan :

Eritrosit = 5R X Fb X P/ul

X 50 X 200/ul

Nilai normal :

Laki-laki : 3,9 – 5,9 juta/ul

Wanita   : 3,7 – 5,4 juta/ul

Hitung jumlah trombosit

Metode :

Rees ecker

Prinsip :

Darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung Brilliant Creesyl Blue sehingga trombosit dihitung dengan menggunakan bilik hitung Improved Neubaure dalam 1 bidang (25 bidang kecil).

Cara kerja 1 :

  1. Isap reagent rees ecker sampai angka 0,5
  2. Bersihkan ujung pipet
  3. Teruskan menghisap darah sampai angka 1 , bersihkan ujung pipet
  4. Kemudian teruskan menghisap larutan Rees ecker sampai angka 101
  5. Lalu campur , dan buang 2 – 3 tetes
  6. Atau pengenceran darah dalam tabung dengan 1,98ml larutan rees ecker + 20 ul darah K2EDTA , campur hingga homogen dan diamkan 1’ .
  7. Siapkan bilik hitung dengan merekatkan de glass
  8. Isi bilik hitung, kemudian di lembabkan dalam petridish selama 10’ (agar mengendap )
  9. Letakkan di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x dan 40x

10. Hitung dalam kotak 25R

Perhitungan :

Trombosit = 25R X Fb X P/ul

X 50 X 200/ul

Atau

Trombsit =  X pengenceran

Nilai normal :

150.000 – 400.000/mm3

Metode :

Fonio

Cara kerja :

  1. Teteskan  1 tetes darah pada objek glass
  2. Tambahkan 1 tetes MgSO4, campur dan aduk sampai homogen
  3. Paparkan seperti membuat sedian apus darah
  4. Keringkan dan fiksasi dengan methanol
  5. Warnai dengan giemsa selam 5 menit
  6. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x dengan oil imersi

Hitung Differensial

Metode : differensial

Prinsip :

Menghitung persentase jenis-jenis lekosit yang ada di dalam darah tepi.

Cara kerja :

  1. Buat sediaan hapus darah dan keringkan.
  2. Hapusan darah yang sudah jadi difiksasi dengan methanol 1-3”
  3. Lalu masukkan ke dalam eosin 10-20”. Lalu cuci dan keringkan.
  4. Kemudian masukkan kedalam methilen blue 20”, lalu cuci dan keringkan.
  5. Beri oil imersy, lalu baca di bawah mikroskop pembesaran 100x.
  6. Lakukan pencarian lapangan pandang , lalu hitung jenis-jenis lekosit.

Nilai normal :

Basofil          0-1 %

Eosinofil      1-3 %

Batang          2-6%

Segment      40-60%

Lymphosit    20-40%

Monocyte     2-6%

Hitung Sel Eosinophil

Prinsip :

Darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung eosin sehingga eosinophil dapat dikenal dari granulanya yang berwarna merah. Sel eosinophil dihitung dengan menggunakan bilik hitung Improved Neubaure pada seluruh bidang.

Cara kerja :

  1. Pipet 0,18 ml larutan eosin
  2. Tambahkan 20 ul darah K2EDTA
  3. Homogenkan dan diamkan selama 1’
  4. Siapkan bilik hitung dan rekatkan dengan de glass
  5. Isi bilik hitung dan usahakan tidak ada gelembung udara, lalu diamkan 10’
  6. Letakkan di bawah mikroskop pembesaran 10x dan 40x
  7. Hitung pada seluruh bidang

Perhitungan :

Eosinophil =  X pengenceran

Nilai normal : 50 – 300 sel/ul

Hitung Sel Retikulosit

Metode :

Prinsip :

Darah dicampur dengan zat warna New Methilen Blue, lalu diinkubasi kemudian dibuat sediaan apus, jumlah retikulosit dalam 1000 eritrosit dihitung di bawah mikroskop.

Tujuan :

Mengetahui jumlah retikulosit dalam sampel guna melihat gambaran produksi eritrosit di sumsum tulang.

Cara kerja :

  1. Masukkan 200ul New Methilen Blue
  2. Tambahkan 20ul darah, homogenkan
  3. Diamkan 15’
  4. Kocok , ambil 1 tetes dan buat sediaan  apus darah dan biarkan kering
  5. Letakkan di bawah mikroskop pembesaran 100x
  6. Hitung dalam jumlah retikulosit dalam 1000 eritrosit

Perhitungan :

Retikulosit =  X 0,9

Nilai normal : 0,5 – 1,5

Pemeriksaan Laju Endap Darah

Metode : westergreen

Prinsip :

Mengukur kecepatan mengendapnya sel-sel darah dalam satuan waktu tertentu, dalam darah berdiri tegak lurus dalam suatu tabung.

Cara kerja :

  1. Masukkan Na.sitrat 3,8% ke dalam tabung plastik sampai batas angka 0,2 ml
  2. Masukkan darah sampai batas leher atas (0,8 ml)
  3. Tutup dengan parafilm, lalu di kocok dengan baik
  4. Masukkan pipet westergreen, lalu putar sampai darah naik ke atas sampai batas angka 0
  5. Taruh di rak dan diamkan selama 1 jam
  6. Baca hasil

Nilai normal :

Laki-laki      0 – 15 mm/jam

Wanita        0 – 20 mm/jam

Hematokrit

Metode : mikrotube

Prinsip :

Memisahkan darah yang sudah diberi antikoagulant kemudian diukur persentase endapan sel-selnya .

Cara kerja :

  1. Ambil darah perifer dan langsung dimasukkan ke dalam tabung kapiler sampai ¾ tabung
  2. Lalu tutup dengan eritoseal
  3. Kemudian masukkan ke dalam ultrasentrifuge dengan kecepatan 16000 rpm dalam waktu 5 menit
  4. Baca hasil dengan skala grafik yang tersedia.

Nilai normal :

Laki-laki      40 – 54 %

Wanita        37 – 47 %

Pemeriksaan waktu pendarahan

Metode : Duke

Cara kerja :

  1. Ambil darah perifer puncture melalui cuping telinga sedalam 2mm
  2. Setelah darah keluar, nyalakan stopwatch
  3. Setiap 30” darah yang keluar di hapus dengan tissue
  4. Darah berhenti, matikan stopwatch
  5. Catat waktunnya.

Nilai normal : 1- 3 menit

Metode : glass slide

Cara kerja :

  1. Ambil darah perifer puncture
  2. Teteskan dalam objek glass 1 tetes
  3. Jalankan stopwatch
  4. Dipaparkan dengan objek glass lain , setiap 30” diangkat sampai terdapat benang fibrin
  5. Matikan stopwatch
  6. Catat waktu

Nilai normal : 2 – 6 menit

Metode : Lee and White

Cara kerja :

  1. Ambil darah vena 2,5 cc, darah keluar nyalakan stopwatch
  2. Darah dibagi 2 sama banyak
  3. Tabung 1 di diamkan di rak tabung, tiap 30” dimiringkan
  4. Tabung 2 diinkubasi 370 C
  5. Darah membeku matikan stopwatch
  6. Catat waktu

Perhitungan :

Tabung 1 =………….. menit

Tabung 2 =…………. menit  +

……… menit : 2 =………. menit ……… detik

Nilai normal : 5 – 15 menit

Pemeriksaan Index Eritrosit

Pemeriksaan yang dibutuhkan :

  • Kadar hemoglobin
  • Jumlah eritrosit
  • Jumlah hematokrit (PCV)

Perhitungan :

  • MCV = nilai Ht  x 10 fl (femtoliter)

jumlah eritrosit (tanpa juta)

nilai normal :

laki-laki       79 – 97 fl

wanita                   78 – 96 fl

  • MCH = kadar Hb X 10 pg(pikogram)

jumlah eritrosit (tanpa juta

nilai normal : 27 – 32 pg

  • MCHC = kadar Hb X 100 pg (pikogram)

Nilai Ht

Nilai normal : 30 – 38 %

PERBENIHAN ATAU MEDIA

Gambar

Adalah suatu reagensia yang terdiri dari bahan kimia, bahan-bahan makanan dan bahan-bahan dari mikroorganisme yang setelah melalui pengolahan tertentu menjadikan apa yang disebut perbenihan atau media untuk menanam bakteri, jamur, virus dan seterusnya.

Macam – Macam Perbenihan :

Menurut wujudnya dikenal ada 3 macam perbenihan/media, yaitu :

1. Liquid Media

Adalah perbenihan cair misalnya air pepton, nutrient broth, Tarrozzi, dsb.

2. Solid Media

Adalah perbenihan padat/beku, misalnya nutrient agar, TSIA, dsb.

3. Semi Solid Media

Adalah perbenihan setengah padat, misalnya SIM Agar, Thiogycolate, Corry dan Blair.

Perbenihan cair ada yang dimasukan di dalam tabung dan ada di dalam labu. Perbenihan padat dibuat di dalam tabung yang dimiringkan, tabung ditegakkan, dan petridish. Sedangkan perbenihan setengah padat umumnya dibuat di dalam tabung atau tabung kecil-kecil yang ditegakkan.

Menurut sifatnya diketahui beberapa macam perbenihan/media, yaitu :

1. Transport Media

Adalah perbenihan yang digunakan untuk mengirim spesimen dari suatu tempat ke laboratorium.

Contoh : Corry dan Blair, Stuart.

2. Enrichment Media

Adalah perbenihan yang digunakan untuk memperbanyak bakteri, baik yang ada di dalam spesimen maupun dari koloni yang kecil-kecil.

Contoh : Braint Heart Infusion Broth, Thiogycolate broth.

3. Enrichment Exclusif Media

Adalah perbenihan yang dapat memperbanyak segolongan bakteri, sedangkan bakteri lainnya dihambat/tidak tumbuh.

Contoh : Alkalis Pepton Water, Selenite Broth, Tellurite cair, Acide Broth.

4. Exclusif Media

Adalah perbenihan atau media yang hanya dapat ditumbuhi segolongan bakteri saja, sedangkan bakteri lain tidak tumbuh dan dapat dibeda-bedakan koloni spesies satu dengan yang lainnya.

Contoh : Blood Tellurite Agar Plate, TCBSA (Thiosulfate Citrate Bile Salt Agar), Acide Agar.

5. Selektif Media

Adalah perbenihan yang dapat digunakan untuk membedakan golongan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat dipilih koloni bakteri-bakteri yang dicari.

Contoh : Endo Agar, Mac Conkay Agar, EMB (Eosin Methylen Blue Agar)

Gunanya Perbenihan/Media

  1. Untuk tumbuhnya bakteri yang ditanam.
  2. Untuk mengetahui sifat-sifat kulturil dan biocemis bakteri yang ditanam.
  • Sifat-sifat kulturil yaitu bagaimanakah tumbuhnya bakteri diperbenihan atau media padat ditambah bahan kimia tertentu, biasanya media plate (media agar).
  • Sifat-sifat biocemis yaitu bagaimana kemampuan bakteri merubah perbenihan atau media yang ditambah bahan-bahan kimia tertentu, biasanya berupa media tabung.

Waktu…..

Waktu..

Segala sesuatu pasti membutuhkan waktu, tetapi jika kita terlalu lama mengulur waktu maka kita akan kehilangan suatu hal.

Masa Lalu…….

Masa Lalu….

Masa lalu adalah suatu waktu dimana kita tidak bisa lagi kembali ke sana, tetapi kita hanya bisa melihatnya. Dan masa lalu itulah yang akan menuntun kita menuju masa depan.